Dilema pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Indonesia memang menjadi perbincangan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak pihak yang bersikeras untuk melanjutkan pelaksanaan hukuman mati sebagai bentuk keadilan bagi korban kejahatan, namun di sisi lain, ada juga yang menentangnya karena dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menurut data dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sejak tahun 2013 hingga 2020, terdapat 37 eksekusi hukuman mati yang dilakukan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih mempertahankan kebijakan hukuman mati sebagai bagian dari sistem peradilan pidana di Indonesia.
Namun, banyak ahli hukum dan aktivis HAM yang menyoroti dilema ini. Mereka berpendapat bahwa pelaksanaan hukuman mati sebenarnya tidak efektif dalam memberikan keadilan bagi korban kejahatan. Sebaliknya, hal ini justru dapat menimbulkan dilema moral dan etika dalam sistem peradilan pidana.
Menurut Prof. Hikmahanto Juwana, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, “Dilema pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Indonesia memang sangat kompleks. Di satu sisi, kita harus memperhatikan keadilan bagi korban kejahatan, namun di sisi lain, kita juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.”
Selain itu, Menurut Yati Andriyani, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, “Pelaksanaan hukuman mati bukanlah solusi yang efektif dalam menekan tingkat kejahatan. Sebaliknya, hal ini hanya akan menimbulkan siklus kekerasan yang tidak berujung.”
Dengan adanya pendapat yang beragam mengenai dilema pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Indonesia, maka diperlukan diskusi yang mendalam dan komprehensif untuk mencari solusi terbaik yang dapat mengakomodasi keadilan bagi korban kejahatan sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Semoga ke depannya, pemerintah dapat menemukan jalan tengah yang adil dan berkelanjutan dalam menangani masalah ini.